Investasi kain tenun dan songket, mengapa tidak?

 In News Online

Berinvestasi kain tenun dan songket? Mungkin itu pertanyaan sebagian awam saat membaca judul artikel ini. Sama halnya ketika saya menyambangi “Marsya House of Batik” milik desainer Anna Mariana (57) di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan pada pekan terakhir Desember 2016.

Memasuki show room yang serupa bangunan rumah di kawasan tersebut, pengunjung disuguhi beragam motif dan rancangan kain serta busana berbahan tenun dan songket.

Kain-kain dengan corak khas dari berbagai daerah di Indonesia tersebut terjuntai di rak berbentuk seperti tempat koran di lobby hotel.

Saya tertarik untuk menyentuh dan mengamati kain-kain yang terpajang di sisi kanan, selangkah dari pintu masuk. Sekilas, bola mata saya menangkap barcode di sehelai kain. Tertulis harga di setiap kain, rata-rata diatas Rp1 Juta.

Masuk lebih ke dalam lagi, saya seperti masuk ke museum tenun dan songket. Kali ini, tenun dan songket terpajang di sepanjang dinding rumah. Saya menebak-nebak setidaknya ada lebih dari 500an helai tenun songket di ruangan tersebut.

Selain tenun songket ‘mentah’ berupa lembaran kain, ada rak tempat busana jadi siap pakai berbahan tenun dan songket. Ada juga busana berbahan campuran. Sebagian busana tergantung pada hanger, yang lainnya dipasang di tubuh manequin atau dilipat tertumpuk rapi.

“Ini sebagian koleksi kreasi saya. Motifnya saya yang desain, kemudian secara teknis dibuat oleh para penenun,” kata Anna Mariana di ruang kerjanya. Siang itu, pelestari tenun songket ini, baru kedatangan tamu istimewa, calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono.

“Saya jelaskan ke calon gubernur pak Agus, Jakarta belum punya kain tenun songket. Kalau batik sudah banyak. Nah, saya sudah siap memproduksi tenun songket Betawi. Sama seperti tenun songket berbagai daerah lainnya, akan dipasarkan ke luar negeri,” ujar perempuan kelahiran 1 Januari 1960 di Solo, Jawa Tengah.

Pelopor tenun songket berbagai daerah termasuk Betawi ini memiliki gelar akademis lengkap DR Hj Anna Mariana SH, MH MBA. Dia berjanji akan memperkenalkan tenun songket Betawi kepada masyarakat Jakarta.

“Jakarta ibarat jendela dunia fashion perlu punya tenun songket Betawi, yang berkarakter khas. Warna merah dan motifnya akan menyesuaikan dengan ikon Jakarta seperti ondel-ondel, kembang kelapa, atau Monas,” terangnya.

Tidak hanya mendesain dan merancang busana, Anna Mariana juga memasarkan karyanya ke Eropa dan Amerika, termasuk ke pusat mode dunia di Paris dan Perancis. Negara lain yang menjadi langganannya adalah Thailand, Dubai, dan Jordania.

Sebagai pengusaha, Anna Mariana bukanlah orang baru. Sudah lebih dari 33 tahun istri dari Tjokorda Ngurah Agung Kusumayudha ini mulai menggerakkan usahanya.

“Tenun dan songket punya pasar yang luas di negara-negara yang tidak mengenal teknik menenun secara handmade. Kalau kain dengan teknik desain pabrikan, kan mereka punya. Inilah kekuatan budaya yang kita miliki. Warisan para leluhur ini harus kita rawat serta lestarikan,” lanjut Anna.

Dengan berkembangnya produksi dan pemasaran tenun songket, hal ini berdampak pada jumlah tenaga penenun. Sedikitnya ada 5 juta penenun di seluruh Indonesia berada di bawah binaan Anna Mariana selaku Ketua Komunitas Pecinta Kain Nusantara dan Ketua Yayasan Cinta Sejarah Budaya Kain Nusantara.

Sebagai Investasi

Tenun dan songket merupakan benda investasi bernilai sangat tinggi sesuai rentang usia. “Sama seperti lukisan, emas, tanah nilai investasinya akan naik terus. Semakin tua umurnya semakin mahal,” kata Anna, yang sempat jadi notaris dan berhenti tahun 2002.

Tenun songket bernilai tinggi dan konsumennya pun terbatas. Diakui oleh Anna, proses pembuatan dan material kain menyebabkan tenun songket relatif lebih mahal dari jenis kain lainnya.

Sehelai tenun songket ukuran 1,5 x 2 meter, misalnya, dikerjakan sampai 3 bulan. Harga untuk sehelai tenun songket bervariasi mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta.

Namun, Anna mengantisipasi permintaan pasar masyarakat umum dengan menyeusaikan harga, kualitas dan motif yang dibuatnya.

“Masyarakat menengah tetap bisa memiliki tenun sonket dengan grade khusus. Jenis tenun songket inilah yang juga akan diaplikasikan pada tenun songket Betawi. Karena niat saya kan, memasyarakatkan tenun songket,” jelas Anna.

Anna berjuang untuk mempopulerkan tenun songket. Dia mulai dengan mendandani artis dan penyanyi yang tampil di televisi. Beberapa nama seperti Hetty Koes Endang, dan Iis Sugianto adalah yang kerap didandani dengan tenun dan songket.

Satu hal, Anna memiliki tenun songket tertua, berumur 130 tahun. Kain peninggalan Raja Ubud, Bali itu sempat ditawar seharga sebuah mobil Rollroyce. Sayangnya, saya tidak bisa melihat langsung kain tersebut.

Dia mengenang ketika tenun songket warisan Raja Ubud yang dikoleksinya — disimpan khusus —  ditawar oleh seorang peserta Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Nonblok di era Presiden Soeharto.

“Waktu berpameran di acara KTT Nonblok jaman Pak Harto, saya didatangi seorang perempuan dari salah satu negara peserta. Dia menawar tenun songket Raja Ubud dengan barter mobil Rolls Royce dan mobil KTT yang dipakai. Saya tidak mau menerima tawaran itu,” ungkap Anna.

Nah, jika mobil mewah Rolls Royce tidak menggoyahkan hati desainer Anna Mariana untuk ‘melepas’ tenun songketnya, itu cukup menjelaskan betapa tingginya nilai investasi tenun songket. Selamat berinvestasi.

Source : https://indonesiana.tempo.co/read/107037/2017/01/19/kroni100malaikat/login

Recommended Posts

Start typing and press Enter to search